assalamualaikum wr. wb.
Sugeng Rawuh ingkang Blog Kawula, Willkommen in meinem Blog !!

Sabtu, 29 Oktober 2011

sosok Gie dalam balutan kata-kata

seperti yang saya janjikan sebelumnya, sekarang saya akan memperlihatkan kedapa anda betapa luar biasanya kata-kata dari seorang Soe Hok Gie, benar-benar puitis, dalam dan tidak begitu saja mudah dimengerti. berikut ini saya sajikan beberapa yang saya jumpai ketika melakukan searching di om gugel :



Beberapa kalimat yang diambil dari catatan hariannya Gie:
 

 “Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”

“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”

Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.

Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.

Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.

Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.

Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.

Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.

Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.

Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.

Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?

Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…

Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.

Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.

Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.

To be a human is to be destroyed.

Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.

I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.

Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.

Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.

Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang
lebih baik.

berikut adalah beberapa puisi Gie :

 
Sebuah Tanya

“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)

“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”

—————————————————————

ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku

bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra

tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu

mari, sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”

(CSD, Selasa, 11 November 1969)

Note:
15 Desember 1969, Soe Hok Gie bersama kawan-kawannya Herman Lantang, Abdul Rahman, Idhan Lubis, Aristides Katoppo, Rudy Badil, Freddy Lasut, Anton Wiyana berangkat menuju Puncak Semeru melalui kawasan Tengger. Soe Hok Gie ingin bisa merayakan ulang tahunnya yang ke 27 di atap tertinggi Pulau Jawa tersebut. Tanggal 16 Desember, di tengah angin kencang di ketinggian 3.676 meter (dari atas permukaan laut), Hok Gie, Idhan, Rahman terserang gas beracun. Hok Gie dan Idhan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan nyawa mereka tidak sempat tertolong.

—————————————————————

Mandalawangi – Pangrango
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah

dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Jakarta 19-7-1966

—————————————————————

Pesan

Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran

Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi

Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?

diatas adalah beberapa kutipan dan puisi dari seorang pejuang jalanan, Soe Hok Gie. ketika di film kan, dan peran Gie dimainkan oleh Nicholas Saputra, pembacaan puisinya benar-benar luar biasa, dengan penekanan dan intonasi yang ciamik, menjadikan pendengarnya merinding, berikut adalah salah satu contohnya, bisa dilihat disini
 





selain itu ada pula yang berupa musikalisasi puisi, dimana puisi yang dibacakan diselingi musik, dan menjadi lebih indah, bisa dilihat disini

Selengkapnya...

Jumat, 28 Oktober 2011

Soe Hok Gie, berlian yang terlalu cepat pergi


Dalam rangka menyambut hari sumpa pemuda, saya ingin menampilkan biografi sesosok pemuda luar biasa, dengan semangat yang berapi-api dia mengkritik habis kebobrokan negeri yang ‘katanya’ sudah merdeka ini, ya, merdeka bagi ‘mereka’ para kaum ‘atas’. Pemuda dengan etnis tionghoa, pemuda dengan semangat 45, pemuda dengan kata-kata tajam, puitis, dan kritis. Dia adalah SOE HOK GIE.

Kenapa Gie? Kenapa harus dia yang saya ceritakan? Banyak alasan pastinya, dan sebenarnya masih banyak pemuda luar biasa diluar sana, namun tokoh ini adalah salah satu inspirasi saya, keberaniannya mengkritik dan membawa perubahan serta meruntuhkan rezim Soekarno dengan kritikan tajamnnya adalah hal yang sangat luar biasa menurut saya. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan otak lebih hebat dari kekuatan otot, pemikirannya yang tajam adalah buktinya. Meskipun banyak menuai kontroversi, namun lepas dari itu, dia adalah sesosok pemuda yang patut dicontoh semangatnya. Salah satu kontroversi yang masih menjadi tanda Tanya bagi sebagian orang adalah penyebab kematian Gie. Gie mati di usia yang sangat muda, 27 tahun. ia dikenal memiliki hobi naik gunung dan ia pun meninggal di puncak gunung semeru, yang ‘katanya’ diakibatkan  karena menghirup gas beracun, namun ada beberapa sumber mengatakan bahwa Gie diracun melalui coklat yang dimakannya, ini bukan hal yang aneh, maklum saja, sosok Gie yang sangat kontroversial dengan tulisan penuh kritikan tajam terhadap pemerintah membuat dia memiliki banyak musuh, dugaan ini makin kuat ketika catatan Gie selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.
Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat hari sumpah pemuda 28-10-2011, kita putra dan putri Indonesia harus selalu berjuang untuk memajukan Negara ini, Negara dimana para leluhur kita menumpahkan darahnya untuk kemerdekaan bangsa ini, walaupun sampai sekarang belum dinikmati semua kalangan. MERDEKA ! MERDEKA ! MERDEKA !

Berikut biografi singkatnya :
Soe Hok Gie adalah seorang keturunan China. Lahir 17 Desember 1942 dan merupakan putra dari pasangan Soe Lie Pit (seorang novelis) dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie merupakan anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.



Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?

Pada waktu kelas dua di sekolah menangah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi Soe Hok Gie? Ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tidak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah dari pada harus duduk lebih lama di bangku sekolah. Sebuah sekolah Kristen Protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang.

Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengan Atas (SMA) Kanisius jurusan sastra. Sedang kakaknya, Hok Djin, juga melanjutkan di sekolah yang sama, tetapi lain jurusan, yakni ilmu alam.

Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus dia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadaran berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan perjalanannya yang menarik itu; tulisan yang tajam dan penuh kritik.

Ada hal baik yang diukurnya selama menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kakak berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemudian kakak beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah , sedangkan Hok Djin masuk ke fakultas psikologi.

Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.

Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.

Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”.

Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.

Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.” Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.

24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.
Begiulah sedikit biografi dari sang pemuda pemberani, seorang demonstran yang ‘pedas’, seorang puitis yang romantis.  Kisah Gie juga pernah di-film-kan, dengan diperankan oleh Nicholas Saputra yang penuh penghayatan, film ini dapat menarik minat bagi penontonnya.
Soe Hok Gie, sosoknya benar-benar dibutuhkan bangsa ini, semoga suatu saat lahir Gie Gie yang baru, yang siap membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bersih, karena impian Gie agar Indonesia bebas dari korupsi serta kehidupan politik yang tidak berpihak pada golongan ras/agama belum terwujud hingga sekarang.
Pada postingan berikutnya saya akan coba post beberapa kutipan dan puisi dari Gie.

Referensi :
- http://prasetyaade.blogspot.com/2006/12/presiden-soekarno-presiden-pertama.html
- http://yulian.firdaus.or.id/2004/12/16/soe-hok-gie/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Soe_Hok_Gie



Selengkapnya...

Jumat, 21 Oktober 2011

manusia itu (masihkah?) makhluk sosial


Manusia adalah individu sempurna yang memiliki kemampuan sangat luar biasa. namun Menurut kodratnya manusia tetaplah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Kebiasaan bermasyarakat yang merupakan dorongan sejak lahir akan membuat manusia dengan sendirinya berinteraksi dengan manusia di lingkungan sekitarnya.


 

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena manusia butuh untuk berinteraksi dengan orang lain, manusia tidak dapat hidup sebagai manusia bila tidak berada di tengah-tengah masyarakat. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin dapat berdiri tegak dan mengatasi segala masalahnya. karena itulah manusia disebut makhluk sosial.

namun sekarang teori tinggalah teori, jaman benar-benar merubah pola pikir dan kebiasaan manusia. ketika saya mengikuti kuliah etprof atau etika profesi, saya tersadar bahwa etika manusia sekarang sudah dimakan jaman yang "edan" , termasuk etika dalam bermasyarakat. beberapa contohnya adalah
  1. rumah-rumah yang memiliki pagar sangat tinggi dan tertutup
  2. kaca film mobil yang dibuat sangat gelap
  3. hilangnya budaya saling menyapa
  4. dll
 

kesadaran untuk bermasyarakat semakin menurun di jaman sekarang, sungguh tragis. dari yang hal-hal kecil seperti menyapa tetangga sebelah rumah, ikut arisan RT, ikut remaja masjid, hingga hal besar seperti video yang akhir-akhir ini menghebohkan kita semua, dimana tidak ada seorang pun yang menolong seorang anak korban kecelakaan, bahkan mereka yang lewat merasa tak terjadi apapun dan tak peduli sama sekali dengan si anak yang sekarat, naudzubillah . yang belum tau, teman-teman bisa lihat videonya disini

semoga generasi muda yang baru mulai tumbuh ini dapat berbenah diri dan sadar akan pentingnya bermasyarakat, karena kita bukan apa-apa tanpa orang lain. yang merasa hebat janganlah sombong, anda disebut hebat karena ada orang lain yang 'kurang' hebat sebagai pembandingnya. anda menjadi besar karena ada orang lain yang membesarkan anda. mari kita mulai dengan hal kecil seperti menyapa dan memberikan senyuman.

Selengkapnya...

Sabtu, 08 Oktober 2011

Filosofi "pohon 4 musim"

Mengapa harus pohon 4 musim?

pertanyaan yang kadang dilontarkan beberapa sahabat. Awal mula tertarik akan pohon 4 musim adalah saat saya berada di SMA, di sekolah saya terdapat pohon yang amat besar dan memiliki 4 periode perubahan, memang bukan pohon 4 musim seperti di benua seberang (yaiyalah,negara kita kan cuma 2 musim ), namun sama2 memiliki 4 periode. empat periode tersebut yaitu :
  • mulai dari daun hijau lebat,
  • lalu muncul bunga merah cantik diantara dedaunan yg lebat
  • kemudian daun2 berguguran, dan bunga pun tumbuh semakin banyak, ya, pohon itu hanya ditumbuhi bunga tanpa daun, sungguh luar biasa cantik, subhanallah.
  • Dan yang terakhir saat bunga berguguran dan tinggal menyisakan batang saja


Empat periode yang terus berganti dalam setahun. Entah jenis pohon apa ini sebenarnya, seperti bukan berasal dari negeri tropis ini, seperti pohon peninggalan penjajah (maklum,sekolah saya juga bangunan penjajah dan sangat kuno) , orang-orang menamakannya pohon ‘sipeas’ , ya, sipeas adalah nama perkumpulan pencinta alam SMA saya yang sering berlatih dan berkumpul dibawah pohon ‘raksasa’ itu.
Namun semua itu bukanlah alasan saya ‘memungut’ namanya untuk dijadikan sebuah ‘catatan elektronik’ ini.




 Tiap kali saya melihat pohon sipeas, saya berpikir, 4 periode yang dialaminya seperti proses kita dalam ‘menempuh’ kehidupan. Mulai dari kita tak memiliki apapun sampai kita bisa memiliki bunga cantik yang siap ‘dipanen’ dan bunga itu pun suatu saat juga akan habis, cepat atau lambat. dari Allah kembali ke Allah. Secara tidak langsung melalui pohon tersebut kita diajarkan untuk selalu berusaha, bersyukur, dan berserah diri. Berusaha untuk mendapatkan yang kita impikan, bersyukur akan apa yang kita dapat dan tetap berserah diri serta ingat pada-Nya, karena kapanpun, apa yg kita dapat pasti akan diambil lagi oleh-Nya.. dan ketika kita kehilangan apa yg kita miliki, yakinlah bahwa setelah masa-masa sulit (seperti pohon yang tinggal ranting saja tadi) pasti akan datang saat dimana semua akan indah kembali, pasti akan tumbuh kembali bunga-bunga yang cantik, bunga-bunga yang siap dipetik.

Dan ketika pikiran saya terbang jauh ke benua seberang, benua dengan 4 musim dalam setahun, saya kembali berpikir dan kembali dibuat takjub dengan ciptaan-Nya yang bernama “pohon 4 musim” . pohon yang berjuang dari kecil hingga tumbuh besar dan kokoh harus mengalami perubahan lingkungan sebanyak 4x dalam setahun, butuh penyesuaian diri yg luar biasa, butuh kemampuan yang cerdas untuk mengatur mekanisme kerja dalam tubuhnya, kapan saatnya tumbuh cepat, kapan saatnya menyiapkan amunisi dengan menimbun cadangan makanan, dan kapan saatnya mempertahankan hidup dengan cadangan makanan seadanya. Semua benar2 sudah dalam mekanisme yang luar biasa, sungguh dahsyat kuasa-Nya, subhanallah. Mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang selalu berubah-ubah adalah kemampuan yang sangat luar biasa menurut saya.
Mari kita mencoba belajar dari hebatnya ‘Pohon Empat Musim’ teman, bagaimana mereka berjuang untuk sekedar bertahan hidup dalam berbagai kondisi, bagaimana mereka tak pernah takut kehilangan ‘kecantikannya’ ketika musim dingin tiba, dan bagaimana mereka tak pernah mengeluh dan selalu bersyukur meskipun mereka ‘ditumbuhkan’ di daerah yang memiliki perubahan musim ekstrim. Semoga ini bermanfaat, amin..
Selengkapnya...

Rabu, 05 Oktober 2011

yap, saya KEMBALI !!

setelah saya mengingkari janji saya untuk kesemilyar kalinya (janji memelihara si BLOGgy dengan baik), akhirnya saya kembali!!
dan semoga kali ini saya tidak menelantarkan blog ini lagi, amin.. semoga..
Selengkapnya...

Selasa, 11 Januari 2011

cerita ssss (sangat super singkat sekali) - 2

SALAH TAPI UNTUNG

Suatu hari ada seorang wartawan yang mewawancarai seorang pelukis yang akhir-akhir ini sedang tenar karena karya lukisan abstraknya yang dibeli oleh seorang pengusaha asing dengan harga 2 miliar! Berikut wawancaranya,

*P = pelukis
W = wartawan

W : selamat ya pak, atas terjualnya lukisan tersebut..
P : haha, terima kasih mas..



W : bagaimana ceritanya bapak bisa memiliki inspirasi membuat lukisan indah itu??
P : haha, sebenarnya ini lukisan biasa mas, tapi waktu kemarin pameran, saya salah meletakkan lukisan ini jadi terbalik, haha, awalnya saya juga ngga tau, tapi ngga nyangka malah jadi bagus dan terjual mahal.
W : ????

”suatu kesalahan yang dibuat kadang kala berubah jadi sebuah keberuntungan, jadi jangan takut salah”

***

Selengkapnya...